jump to navigation

Si Telaga Mei 29, 2008

Posted by Afra Afifah in Sang Pujangga.
Tags:
14 comments

Akulah si Telaga
berlayarlah di atasnya…

Berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil
yang menyerakkan bunga-bunga pantai…

Berlayarlah sambil memandang harunya cahaya
sesampai di seberang sana…

Tinggalkan begitu saja perahumu
biar aku yang menjaganya…

~*Sapardi Djoko Damono*~

Pada Suatu Hari Nanti Mei 29, 2008

Posted by Afra Afifah in Sang Pujangga.
Tags:
4 comments

Pada suatu hari nanti
jasadku tak akan ada lagi…
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau tak akan kurelakan sendiri…

Pada suatu hari nanti
suaraku tak terdengar lagi…
tapi di antara larik-larik sajak ini
kau akan tetap kusiasati…

Pada suatu hari nanti
impianku pun tak dikenal lagi…
namun di sela-sela huruf sajak ini
kau tak akan letih-letihnya kucari…

~*Sapardi Djoko Damono*~

The Day Will Come Mei 29, 2008

Posted by Afra Afifah in Sang Pujangga.
Tags:
comments closed

The day will come
When my body no longer exists
But in the lines of this poem
I will never let you be alone

The day will come
When my voice is no longer heard
But within the words of this poem
I will continue to watch over you

The day will come
When my dreams are no longer known
But in the spaces found in the letters of this poem
I will never tired of looking for you

~*Sapardi Djoko Damono*~

Dermaga Danau Taman Hidup Mei 29, 2008

Posted by Afra Afifah in Aku dan Puisi.
28 comments

Aku ingin berada di tempat ini…

Bersamamu, pemimpinku…

~*Afra Afifah*~

[Jakarta, 28 April 2008]

~*Picture By : Dina Karina Septiani, MAPALA/KOMUNIKASI UI 2006*~

-Dermaga Danau Taman Hidup, Gunung Argopuro; Jawa Timur-

Pemimpinku… Mei 29, 2008

Posted by Afra Afifah in Aku dan Puisi.
9 comments

Pemimpinku…,
ialah ia yang kan membuatkan puisi terindah untukku…
Yang kan menyanjungku…
Yang senantiasa memuliakanku…

Karena ia adalah hidupku…

Dan aku…,
adalah kehidupannya…

***
InsyaAllah…

~*Afra Afifah*~
[Jakarta, 6 Mei 2008]

Persahabatan Mei 29, 2008

Posted by Afra Afifah in Aku dan Puisi.
5 comments

Kami terus menyelusuri jalan itu…
Jalan kehidupan…kami…

Di depannya ada batu-batu besar yang bernama masalah…
Di sisi kiri dan kanannya ada semak belukar yang bernama kesulitan…
Di ujungnya,…ada akhir yang bernama kematian…

Namun bersamanya, ada kebahagiaan…
Disana ada persahabatan…

Ya Rabb kami, kekalkanlah persahabatan kami…
dengan bunga yang bernama cinta dan kasih…

Sampai kami menuju ujung jalan itu…
Biarlah hanya Engkau yang memisahkan kami…,
dengan akhir yang bernama kematian…

Saksikanlah…bahwa persahabatan kami sejati…
Di bawah naungan-Mu…
Duhai Illahi Rabbi…

~*Afra Afifah*~
[Jakarta, 28 Mei 2008]

Kebebasan Mei 28, 2008

Posted by Afra Afifah in Aku dan Puisi.
3 comments

Aku hanya ingin bebas…

Seperti burung, yang terbang tinggi di langit-Mu yang cerah…

Ia dapat pergi kemanapun ia ingin…

Lepas…

Bebas…

Sambil menghirup bau kayu hutan pinus…

Ia dapat terbang kemanapun ia ingin…

***

Seperti terbang diatas sungai-sungai yang airnya jernih…

Yang mengalir dari hulu ke muara…

Tuhan..,

aku hanya ingin bebas…

~*Afra Afifah*~

[Jakarta, Dini Hari; 28 Mei 2008]

Sembilan Puluh Tujuh Mei 25, 2008

Posted by Afra Afifah in Lembar Kehidupan.
4 comments

Percaya tidak percaya, Muti ; panggilan akrabnya. Sudah berumur 97 tahun. Muti adalah seorang non muslim dengan kepercayaan yang dianutnya : kristen science. Selama setahun tinggal serumah dengannya, saya lumayan sering berinteraksi dengannya, meski beliau sudah pikun. Muti tidak bisa berbahasa Indonesia, karena ia adalah warga negara Inggris. Anaknya, Stephen James Woodhouse adalah suami dari tante saya, Ries Woodhouse. Alhamdulillah om Steve masuk Islam ketika menikah dengan tante. Barbara Woodhouse, adalah nama Muti. Seminggu yang lalu, saya beserta keluarga di undang ke rumah tante saya di cinere, karena muti “berulang tahun” yang ke-97. Setelah mempertimbangkan kondisi keluarga besar, dan kondisi yang saya hadapi saat itu, akhirnya saya memilih untuk datang beserta orangtua dan adik-adik saya. Semoga Muti tetap semangat ya… mudah2n muti bisa mendapat hidayah untuk masuk islam, meski hal itu sulit, namun semoga diakhir hidupnya dapat membahagiakan kita yg ditinggal beliau…

Nb: Ngomong-ngomong, umur kami terpaut 78 tahun…jauh sekali ya… 🙂

Saya tak sanggup…bila… Mei 24, 2008

Posted by Afra Afifah in Lembar Kehidupan.
13 comments

Beberapa hari yang lalu, saya chatting dengan seorang kakak yang tinggal di Jogja.

Kemudian, kakak-ku itu bertanya :

Kk : “afra, apa yang kan kamu lakukan jika misalnya kamu nikah bulan juni lalu suamimu nikah bulan juli…?”

Afra : ”apa ka? Gk ngerti…maxudnya?”

Afra : ”aku istri ke dua gitu..? “waduh…”

Kk : “bukan..kamu istri pertama…kalian nikah bulan juni, tapi suamimu kemudian nikah lagi di bulan juli”

Afra : “HAH??? Yang bener aja…??”

Afra : “aduh..gmn ya..engga deh..trimakasih… :)”

Afra : “gak bisa ka… :(”

(sebenarnya malah kalau dihadapkan dalam situasi seperti itu saya tidak tau harus berbuat apa…? Ya Allah…janganlah Engkau berikan ujian yang tak sanggup aku menghadapinya….)

Kk : “hehehe…gk bs ya… aku jg sih…sedih banget…”

(qadarullah kk-ku ini sudah bersuami)

Kk : “tapi fra…percayalah kalau kejadian ini nyata…dan terjadi pada seorang temanku…”

Afra :”MasyaAllah.. terus..gimana ka..?”

Kk : “temanku jadi sakit..mungkin shock kali ya…“

Afra :………..

Begitulah kira-kira isi chatingan saya dengan kk saya itu…

Entahlah, saya sendiri..gimana ya? Jujur saya tidak tau harus berbuat apa… sedih? Tentu saja..saya akan sangat sedih… dan bgitu pula jawaban sama yang saya dapatkan dari kawan saya, ketika saya tanyakan hal yang serupa…

Saya memang belum menikah….dan saya tak sanggup harus memikirkan hal ini… biarlah saya tuliskan saja…sebagai salah satu lembar kehidupan..dengan belajar dari kisah kehidupan orang lain….

Wallahulmusta’an…

Hari ini, setahun yang lalu… Mei 21, 2008

Posted by Afra Afifah in Lembar Kehidupan.
7 comments

 

Tepat tanggal 20 Mei tahun 2007, saya mengalami kecelakaan motor. Motor yang saya kendarai tiba-tiba oleng, meski saya sudah berusaha untuk menyeimbangkannya, tapi tetap saja takdir berkata lain. Saya dan motor saya pun jatuh tersungkur di tengah jalan Pangeran Antasari, Arteri; Jakarta Selatan. Alhamdulillah, dibelakang saya tidak ada motor, mobil ataupun bus yang melaju kencang. Jika hal itu terjadi, entah apa yang terjadi pada saya saat itu, Wallahu a’lam.

 

Sore itu, hujan baru saja reda. Pukul 17.00 WIB, saya beranjak pamit kepada orangtua saya untuk kembali ke rumah tante, di daerah cinere. Waktu itu, semester 2, saya masih tinggal dirumah tante, dengan alasan jarak yang lebih dekat dari kampus saya di Depok. Selain itu, tante memang menyuruh saya untuk berlatih bahasa inggris setiap hari dirumahnya. Jadilah selama setahun lamanya saya tinggal di rumah tante. Sore itu, sebelum berangkat untuk berpamitan, saya memang sudah mengeluh pusing ke Ibu. Ibu menyuruh  saya istirahat sebentar, setelah itu, saya yakinkan orangtua bahwa keadaan saya sudah membaik. Dari rumah saya juga sudah punya firasat, entahlah ..sepertinya akan terjadi sesuatu. Akhirnya saya pamit ke orangtua dan berangkatlah saya.

 

Sebenarnya saya paling sulit untuk menghafal nama-nama daerah atau jalan. Meskipun saya sering melewati jalan itu, saya hafal jalan kesana tapi tidak tahu nama jalan tersebut. Begitupula dengan Jalan Pangeran Antasari, yang setelah kecelakaan, baru saya ketahui dan saya ingat namanya. Ketika mengendarai motor di tengah jalan itu, entah kenapa, karena kesalahan saya atau bukan, motor saya tiba-tiba oleng. Jalanan yang licin sehabis hujan membuat saya sulit untuk menyeimbangkan motor saya. Kejadiannya begitu cepat, seketika itu pula saya mengucapkan Innalillahi wa inna’ilaihi raaji’uun. Dan badan saya pun terhempas di tengah jalan dengan posisi tertelungkup. 

 

Seketika itu pula saya menjadi pusat perhatian masyarakat sekitar. Saya dikerumuni orang-orang. Dan diluar kemampuan saya, tiba-tiba ada seorang warga yang mengangkat tubuh saya ke pinggir jalan. Di depan sebuah bengkel, karena memang kejadiannya tepat di depan bengkel tersebut. Astagfirullah, semoga Allah mengampuni saya atas ketidakberdayaan saya waktu itu. Kemudian, sayapun diberi segelas teh manis. Motor saya yang masih tergeletak di tengah jalan pun di pindahkan ke pinggir, dengan kondisi lecet-lecet dan rusak parah dibagian lampu depan.

 

Saat terduduk di pinggir jalan, saya melihat jaket, rok, dan kaos kaki yang saya gunakan sudah robek-robek. Saya pun tersenyum sambil merenung “yaAllah..afra..apa yang terjadi padamu…” Tak lama kemudian, saya dibawa ke rumah salah satu warga yang rumahnya tak jauh dari tempat kejadian. Saya pun bingung, sebenarnya saya tak mau bilang ke orangtua. Tapi apa daya. Kondisi saya memang tidak mengungkinkan. Dengan perlahan saya meminta izin kepada sang pemilik rumah untuk menelfon orangtua saya, yang saat itu bertepatan dengan adzan maghrib. Hatiku sunnguh tak tega disaat mendengar suara Ibu yang seketika panik dan khawatir, dibalik telfon. Saat itu Ayah sedang berada di Masjid. Ibu menanyakan kondisi saya dan saya katakana kondisi saya baik-baik saja, hanya luka-luka ringan. Sedikit berbohong memang, karena saat itu tangan kiri saya sudah sulit untuk digerakkan, disekujur tubuh saya pun sudah banyak luka-luka lecet serta memar.

 

Setelah menelfon orang tua, saya pun meminta izin untuk shalat maghrib. Perih sekali rasanya ketika air wudhu membasuh luka-luka saya. Saya juga agak kesulitan untuk wudhu karena sulit berjalan. Shalat masih saya paksakan dalam keadaan berdiri. Tangis saya tumpah ketika itu…Allahu Akbar..entah apa yang terjadi pada saya kalau ada kendaraan lain melaju kencang di belakang saya… Saya bersyukur karena masih diberi kesempatan, saya bersyukur karena Allah akan menggugurkan dosa-dosa hamba-Nya yang dhaif ini… saya bersyukur karena Allah masih sayang sama saya…

 

Tidak lama menunggu, ayah saya datang beserta temannya. Kemudian bliau menanyakan kondisi saya dan menanyakan kronoligis kecelakaan yang barusan saya alami. Karena kejadian yang begitu cepat, saya tak ingat secara pasti apa penyebab kecelakaan tersebut. Kata seorang warga yang berkata kepada Ayah ketika itu yang juga merupakan saksi di tempat kejadian, saya diserempet oleh motor besar yang kemudian pengendara tersebut langsung lari. Ada lagi seorang warga yang berkata “jalan ini emang sering menelan korban, biasanya setahun sekali mungkin bla3”. Sungguh saya malas mendengar penuturan warga itu karena perkataannya sudah menunjukkan kesyiriqan kepada Allah. Saya sendiri yakin ini sudah takdir, qadarullah. Kalau Allah tidak mengizinkan kecelakaan itu terjadi dan menimpa saya, hal itu tak kan terjadi. Dan kecelakaan itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan hal-hal syiriq seperti itu. 

 

Selesai berbincang dengan sang Ibu dan keluarganya yang telah menolong saya. Ayah mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya, kemudian ba’da Isya, membawa saya ke tukang urut yang terkenal di daerah itu. Tangan, kaki dan badan saya pun di urut. Rasanya sakit sekali. Tangan kiri saya yang sulit untuk di gerakkan pun akhirnya di perban. Kaki kanan saya yang sulit digerakkan juga diperban. Itulah pertama kalinya saya diperban dan semoga untuk yang terakhir kali. 

 

Keluarga besar saya pun dihubungi Ibu, nenek tahu, paman dan bibi juga tahu. Nenek yang tipekal panikan, dilarang untuk menjemputku karena khawatir malah kelewat sedih. Akhirnya dua orang paman saya datang menjemput, setelah diurut, akhirnya saya memutuskan untuk tetap dibawa ke cinere. Karena besok ada kuliah dan sebentar lagi ujian tiba. Namun kenyataannya, meskipun esoknya saya tetap kuliah dengan begitu banyak orang-orang yang saya repotkan, termasuk sahabat saya; Rousta, yang setia menuntun dan membawakan tas saya menuju kelas ketika saya turun dari mobil. Di kelas kondisi saya malah semakin tak enak. Badan lemas, tubuh sulit digerakkan. Kaki dan tangan memar-memar, dan kaki serta tangan yang diperban. Akhirnya saya memutuskan izin pulang ke dosen MPK Bahasa Inggris, yang kemudian di jemput kembali oleh paman saya dan menginap serta beristirahat sekitar seminggu lamanya di rumah nenek saya. Ibu saya pun datang untuk merawat selama beberapa hari. Tak tega juga rasanya melihat dirinya bersedih melihat kondisiku….

 

Alhamdulillah, setelah kejadian tersebut, ketika Hari Raya Idul Fitri saya beserta keluarga bersilaturahim ke keluarga yang telah menolong saya. Kondisi saya pun sudah sembuh total, hanya saja masih suka trauma mengingat kejadian tersebut. Alhamdulillah’alaakullihal. 

 

~*Afra Afifah*~

[ Jakarta , 20 Mei 2008]