jump to navigation

Apa yang paling berharga di dunia ini? April 27, 2016

Posted by Afra Afifah in Lembar Kehidupan.
2 comments

Malam ini saya terbangun dari pukul 11 malam. Mau tidur tapi berasa segar. Hari yang melelahkan, tapi saya bahagia. Mencuci baju, menjemur pakaian, mencuci piring, menyapu, ngepel, memandikan bayi, menyusui bayi, beres-beres rumah, jualan online, packing, membacakan buku untuk anak, murojaah hafalan anak-anak, melarang anak nonton youtube dan bermain HP. Ngobrol sama suami via WhatsApp. Saya merasakan lebih bebas dan bahagia tanpa asisten. Lebih lelah? Iya, tapi, sekali lagi, saya merasa lebih bebas dan bahagia.

masjid-senja

Akhir-akhir ini saya sering merasakan “flash back” masa kecil saya sampai saat ini. Betapa kini saya menyadari bahwa saya tidak muda lagi. Anak sudah 3. Betapa saya sedang merindukan saat-saat berharga bersama mama, papa, dan adik-adik. Namun kami sekarang sudah tumbuh dewasa, saya sudah tinggal bersama dengan suami dan anak-anak tercinta di Depok. Dida tinggal bersama suami dan anak-anaknya di Bekasi. Sausan tinggal nun jauh di Balikpapan bersama suaminya dan sedang menanti kehadiran buah hatinya yang pertama. Fariha dan Hisyam kuliah jauh di Jogja. Sedang di rumah ortu, tinggal si bungsu Rayyan yang masih SMA bersama mama papa.

Sepi…

Anak sulung kami pun, Khalid, semakin besar. Tahun ajaran baru ini dia akan masuk SD 🙂 . Betapa -benar- waktu cepat berputar. Mama dan Papa semakin menua.

Sedih…

Waktu kita hanya sebentar. Apakah yang paling berharga..? yang paling berharga di dunia ini adalah bila kita bersama-sama membangun ketaatan kita kepada Allah. Supaya dalam waktu kita yang sebentar ini, bisa kita gunakan sebaik-baiknya supaya kita semua bisa berkumpul kembali bersama-sama di Surga Allah dengan orang-orang yang kita cintai.
Sungguh saya sayang mama, papa, suami, adik-adik, mertua, anak-anakku..

~*Afra Afifah*~
[Tugu Tanah Baru Town House, 27 April 2016]

Dan Akhirnya Akupun Mengerti… April 12, 2016

Posted by Afra Afifah in Uncategorized.
Tags:
add a comment

Ilalang-Senja

Syaikh Ali Mustafa Tanthawi -rahimahullah- berkata:
“Di awal usiaku, aku hidup bersama kedua orang tuaku, saat itu aku mengira bahwa aku takkan sanggup berpisah dan menjalani hidup tanpa mereka. Lalu keduanya meninggal dunia…

Kemudian aku hidup bersama saudara-saudaraku, aku kembali mengira bahwa aku takkan sanggup berpisah dengan mereka. Lalu merekapun menikah, semua membentuk keluarga dan pergi menjalani hidup masing-masing…

Begitu juga aku…

Akupun menikah dan dikaruniai putra dan putri. (Kembali) aku menyangka bahwa aku takkan sanggup berpisah dengan mereka. Lalu semuanya menikah, membentuk keluarga dan pergi menjalani hidup masing-masing…

Maka akupun mengerti bahwa takkan ada yang tersisa (menemani perjalanan hidup) seseorang kecuali Rabbnya…

Maka semua hubungan akan terputus kecuali hubunganmu dengan Rabb semesta alam, seluruh hubungan akan terputus kecuali hubunganmu dengan Rabb semesta alam, semua hubungan akan terputus kecuali hubunganmu dengan Rabb semesta alam”

~*Ustadz Aan Chandra Thalib*~

[pict by google]